Jika hati itu ibarat papan kayu, maka pasangan hidup adalah pakunya.Sedang lubang yang tertinggal di papan tatkala paku dicabut adalah kenangan. Meski paku tak lagi bersarang, namun tubuh papan telah berubah. Tubuhnya kini tak lagi mulus lantaran lubang-lubang yang bersemayam. Banyaknya lubang tentu saja tergantung dari banyaknya paku yang sempat tertanam. Dan besar kecilnya lubang tergantung pula dari bagaimana paku mengoyak papan kayu.
Harus diakui, siapa pun orang
di sekitar kita pasti memiliki tempat tersendiri di hati. Berdasarkan
perbedaan porsi, muncullah klasifikasi status sosial-pribadi: kenalan,
teman, sahabat, saudara, keluarga, atau bahkan kekasih. Klasifikasi
tersebut memiliki satu pondasi: CINTA.
Kualitas cinta akan semakin
sempurna apabila memiliki porsi yang total. Sepenuh hati. Suci. Cinta
seperti ini tentu saja didasarkan bukan semata-mata cinta karena
makhluk, melainkan cinta karena Allah SWT.Cinta seperti inilah yang
patut kita realisasikan dalam kehidupan, termasuk pernikahan.
Bukankah rumah yang kokoh itu tidak dibangun dari kayu yang rapuh? Pun begitu dengan pernikahan. Dibutuhkan hati yang utuh untuk menciptakan pernikahan yang kokoh.
Tapi justru dewasa ini, kita
disuguhkan dengan fenomena permainan hati (pacaran) yang kian semarak.
Di mana sebelum menikah, hati dibuka lebar-lebar layaknya hotel untuk
disinggahi banyak orang secara ‘temporer’, namun memberi bekas secara
‘permanen’. Bagaimana tidak, pernikahan dengan kondisi hati seperti ini
akan melahirkan banyak perbandingan lantaran kenangan-kenangan dengan
‘si dia’, ‘si dia’, atau ‘si mereka’ yang terus saja membayang di setiap
jengkal kehidupan. Manakala suami/istri kita menyuapi bubur misalnya,
terlintas begitu saja bayangan ‘si dia’ yang dulu juga pernah menyuapi
kita bubur. Ketika melintas di kerumunan, lalu mencium bau parfum yang
khas, ingat ‘si dia’ yang juga memiliki harum yang sama. Lalu kemudian
mulai membandingkan, kenapa suami/istri kita tidak wangi seperti ‘si
dia’.
Sejenak mungkin tubuh kita
hadir bersama suami/istri, namun pikiran melayang membayangkan
kisah-kisah indah bersama ‘si dia’. Hal itu disebabkan oleh pemberian
hati yang tidak utuh lantaran telah banyak lubang yang dihasilkan
tusukkan-tusukkan cinta yang ‘semu’ dari masa lalu. Menyedihkan, bukan?
Bayangkan, ketika kita melihat
kertas polos dengan satu nama di tengahnya, mata kita akan menangkap
satu sentralisasi konsentrasi yang utuh. Namun tidak demikian apabila
terdapat banyak nama dan tulisan di kertas tersebut. Mata kita akan
mendapati banyak nama dan konsentrasi kita menjadi tidak fokus. Meski
pun nama yang dituju telah diberi tanda khusus, lingkaran misalnya,
namun tetap saja kertas itu tidak bersih dan indah. Tulisan-tulisan
selain yang dilingkari kerap kali mengganggu.
Rumah yang Kokoh
Sungguh indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan kesucian diri.
Hal serupa terjadi pada hati
kita. Hati yang belum pernah terjamah permainan cinta akan fokus
terhadap satu nama pertama dan terakhir. Di mana nama tersebut tertulis
sebagai pendamping hidup kita: ‘fulan bin fulan’ atau ‘fulanah binti
fulan’.
Allah SWT memberi
jodoh sesuai dengan cerminan diri kita. Maka coba tanyakan pada nurani,
apakah kita tega hanya memberi hati yang ‘sisa’ kepada suami/istri kita?
Sementara tanyakan pada logika, apakah kita siap hanya mendapat hati
yang ‘sisa’ dari suami/istri kita?
Sungguh indah segala keteraturan. Layaknya lalu lintas, indahnya keselamatan akan tercipta apabila para pengguna jalan mematuhi rambu-rambu yang ada secara teratur. Untuk membentuk rumah tangga yang indah pun perlu adanya sebuah keteraturan dalam membangunnya: keteraturan menjaga hati dan kesucian diri.
Sebelum berumah tangga,
seorang Muslim haruslah menjaga kesuciannya. Menjaga diri dari masuknya
cinta selain untuk Allah SWT. Maka dari itu tidaklah dibenarkan untuk
mengikuti langkah-langkah syetan dengan mengumbar cinta atau berpacaran
sebelum menikah. Dengan begitu hati akan tetap terjaga kesuciannya dari
lubang-lubang cinta yang tidak semestinya.
Tatkala menikah, hati yang utuh
dan suci akan merasa bahagia dengan cinta pertama dan terakhir. Cinta
yang diberikan kepada suami/istri dalam balutan ridho Illahi. Cinta yang
utuh, lantaran hati tak pernah terjamah cinta yang lain. Cinta yang
suci, lantaran hati tak pernah terkotori cinta yang salah. Cinta seperti
inilah dapat saling melindungi dan memberikan nuansa kemurnian cinta
yang sesungguhnya dalam rumah tangga.
thanks for: http://forsimauniba.wordpress.com/
atas artikel menariknya.
Serupa rumah yang kokoh, akan memberi perlindungan apabila komponen dasarnya juga utuh dan kokoh.
Kini tengoklah ke dalam hati, sudah sejauh mana hati terbagi?
atas artikel menariknya.
Like it,Ukhti... ^_^
BalasHapussyukron.
BalasHapusitu jg share dari blog orang ukh
^_^