Kamis, 22 Desember 2011

Novel Dan Bidadari pun Mencintaimu BAGIAN 1



by Imron El Shirazy

Empat, lima sekawan dan sang bidadari

Seperti Sore-sore yang lain di sepanjang tahun ia, berjalan dari ndalem menuju pasar yangg hanya berjarak 600 meter,
Dan di setiap perjalanan itulah selama beberapa bulan itu ia melewati sebuah tempat kos.


KOS GAUL,..HUHHUUU...

Sebuah papan nama yang bertuliskan nama itu terpasang miring tepat di depan kost tersebut.
Nama yang aneh  pikirnya.
Mungkin penghuninya salah tulis, atau bahkan mereka belum lulus PBA (Pemberantasan Buta Aksara), gumam gadis itu dalam hati beserta seutas senyum, senyum yang begitu menawan yang telah menghampiri  mimpi setiap pemuda di wilayah itu.

"Assalamu'alaikum bu.Nyai..."
Tiba-tiba saja sebuah salam terdengar. Begitu kompak. Kekompakan suara yang dimiliki oleh empat pamuda. Sebenarnya ada lima , tapi yang satu hanya mengucapkan dalam hati. Keempat temannya mengatakan di setiap canda mereka,  kalau dia mungkin pengikut aliran kebatinan.


Wa'alaikumsalam wa rahmatullah...,

Sang gadis yang di panggil Bu. Nyai itu menjawab secepat yang ia bisa. Kecepatan yang selalu menyertai pandangann yang semakin menunduk, dan langkah yang semakin cepat itu segera saja mengakhiri komunikasi  tak jelas diantara mereka.
Sang gadis berlalu.

Kelima pemuda tersenyum, lalu masuk kedalam " Kost Gaul huhhuuuu..,"

Singkat, tetapi selalu saja berhasil mengusik hati dan pikiran sang gadis dalam kesehariannya.

Kost-kostan bernama aneh itu di huni 5 orang mahasiswa. Empat diantaranya yang melantunkan sapaan kompak untuk bu Nyai. Mereka berlima sedang berkuliah di Ngaliyan. Dua orang anak syari'ah IAIN Wali Songo Semarang : Sugianto (biasanya dipanggil Yanto), Sulaiman (selalu saja minta dipanggil Iman tapi temen-temennya panggi Aman.
:Sebuah kata yang mewakili perasaan hati para sahabatnya kala berada di dekatnya )
Tiga orang yang lain mengambil jurusan Bahasa Inggris di universitas swasta yang tergolong baru :Universitas Reformasi. Sebuah nama yang cukup nengguncang juwa anak muda , mungkin juga orangtua.


"Yang harus direformasi sesungguh nya bukan hanya negara beserta sistemnya, akan tetapi lebih , dan terutama kehidupan ini ! Khususnya moral!"

Ketiga pemuda yang kuliah disana adalah Pramono setyo Hasan (biasa di panggil Doyok), Romdhoni (minta dipanggil Doni tapi semua temennya  memanggil Dono, sebuah "penghargaan" yang mereka berikan karena giginya yang keterlaluan , dan Abdurahman Ghozali (Ghozali)
Sudah sekitar 2 setengah bulan mereka tinggal dirumah kecil itu,
Dan sudah sekitar sebulan ini mereka selalu menyanyikan salam hangat yangg kata Dono  "untuk bidadari  yang cantiknya minta amlop
itulah mengapa sore tak pernah sepi disana. Karena setelah itupun masjid pesantren akan sedikit ramai akan guyonan anak kecil baik dari pengurus pondok pesantren putri maupun dari siswa TPA di masjid tersebut.

ADUUUUH.......GILA !!! Gadis itu memang cantiknya minta amplop !!  Mana sikapnya juga santun ..,
Duuuh... Jadi penasaran , siapa sih yang kira-kira akan jadi suaminya kelak ???!

Doni mulai bersenandung seperti biasa,sembari merebahkan badannya bersamaan dengan kesigapan tangannya mengambil remote televisi. Dia dan para sahabatnya sedang bersantai..
sumpah !!!....Nggaj bakalan kami don yang ntar jdi suaminya !! Aku yakin banget kali ini. Ya nggaj temen2 ?? Timpal yanto. Yang lain megangguk.hanya ghozali yg diam.

"mang napa ??!!
"Napa?!!....kamu masih bisa lihat dengan baik nggak sih?? Ngaca sana.... kamu tu cuma punya satu hal luar biasa yang kamu miliki !"

"Apa??"d Dono bangkit. Matanya sedikit membesar. Dan senyumnya mengembang.

"Gigi !!!.... Tau !!!"
Semua anak tertawa, hanya Ghozali yang tersenyum.  Mungkin pendapat kawan-kawannya  yang menganggap dia pengikut aliran kebatinan benar, sehingga semuanya ia tahan dan ia batin .
"Heh, jangan gitu donk, bisa jadi orang kayak aku lho yang ntar yngg jadi suami gadis cantik itu. Takdir kan hanya Allah yang tau." Doni membela diri dengan kepercayaan diri yang berlebihan.

Iya. Takdir memang hanya Allah yang tau. Tapi kamu tentu tak lupa kalo Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana. Jadi kayaknya nggak adil deh kalau......"

Kalau apa ???
Udah-udah.... Tidak berisik trus bicara tentang orang lain. Apalagi perempuan. Ashar-an yuuk. Udah jam berapa nih?? Ghozali menengahi.

Njih Pak Kyai. Tapi bentar lagi ya Li , masih sedikit pegel nih, Dari tadi di plototin trus ma dosenku . Nggak tau tuh kenapa. Senam mata kali !!


“Oo gitu... Ya udah ...silahkan istirahat. Aku tungguin lima belas menit lagi.” Jawab Ghozali sembari melangkah ke kamar mandi. Di mata para sahabatnya, Ghozali sangatlah tawadhu’
Canda masih terjadi diantara keempat sahabatnya tentang banyak hal tentunya,  beberapa menit akhirnya mereka membubarkan diri. Kedewasaan mengantarkan mereka untuk bersikap lurus tanpa perintah.

sembari menunggu sahabatnya, Ghozali menerawang  jauh akan sebuah kata : “Perempuan.” Sebuah kata yang akhirnya mengantarkan pada kata lain : “Syahwat.”
Kata yang begitu ngeri baginya
Kata itu menjadi musuh yang begitu ditakutinya. Kata yang menjadikan manusia bahkan lebih buruk dari setan jika takluk akannya. Kata yang begitu menguasai anak muda dijamannya. Kata yang tidak disadari para orangtua untuk dijauhkan dari putra-putri mereka yang sedang remaja. Kata yang sungguh ingin trus Ghozali lawan agar tidak dijauhkan dariNYA.

Para sahabatnya merapikan sajadah dan diri mereka membentuk sebuah shaf diruang tengah. Aman langsung memanggil Ghozali setelah sajadah tersusun rapat. Sebenarnya Ghozali menolak untuk jadi iman tapi para temannya memaksa. Ia pun tak punya pilihan lain meskipun sampe sekrang ia merasa tak pantas.

Mereka langsung menghadap Tuhan mereka yang sama.

"Assalamu'alaikum...."
Sebuah salam pelan terdengar sesaat setelah mereka selesai berjamaah. Dono segera bangkit dan keluar
"Wa'alaikumsalam....Masuk, Ti. Nyari  siapa?? Dono langsung sigap saat melihat sang pengucap salam. Astuti Septiani, salah seorang temen perempuan mereka.

Ghozali ada?? Tunggu bentar ya, lagi sholat ma anak-anak, kata Dono sebelum berlalu meninggalkan Astuti.., langkahnya di iringi senyum takala ia melihat Ghozali keluar dari kamarnya, entah menyindir entah mengejek, Ghozali tidak pernah  tahu, ia hanya berucap.

"Ada apa ...?"
Sebua ucapan yang lebih bersifat formalitas belaka karena sebenarnya Ghozali sudah mengerti bahwa pasti  kedatangan Astuti yang membangkitkan senyum semacam ini,

"ehm...ehm...
Dono memberi isyarat sembari terus berlalu. Astuti memang sering kesan dan hampir selalu mencari Ghozali. Cicak yang selalu nangkring didinding pun akan mengira mereka pacaran, atau setidaknya Astuti memiliki perasaan khusus terhadap Ghozali.

“Eh kamu,  Ti,,,ada apa???” Tanya Gholali. Astuti seketika senyum dan langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Nggak kok, mau konfirmasi masalah rencana kamu unruk memberi les Bahasa Inggris gratis di pondok buat anak-anak TPA gimana jadi??

“Oh itu Insya Allah jadi, tinggal menunggu kepastian anak-anak aja sih ?”
“Oh ya udah deeh aku tungguu aja. Kalo gitu aku pamit dulu ya, Li..”
“lho kok cepet-cepet, belum juga dibuatin minum..”
“Nggak usah, Li, aku kesini kan cuma pingin ngomongin itu, lagian nggak enak aku lam-lama disini. " Astuti tersenyum sembari menangkupkan tangannya.., Ghozali membalas dengan sikap serupa. Astuti keluar. Mereka pun berpisah..,

"Aduuuh..!!"
"Gedubraaak!!"  tiba-tiba saja Dono jatuh dari balik dinding, di ikuti yang lainya.
"kamu sih, Yok!!."
"kok aku, Aman nih"
Keributan terjadi astuti kembali masuk
“ada apa??” Tanya Astuti tergesa.
“Óh nggak apa-apa kok, nggak apa-apa...”  Ghozali tersenyum sembari memosisikan tubuhnya menútupi sahabat-sahabatnya.
Sebenarnya Astuti penasaran tapi merasa tidak enak hati dengan Ghozali akhirnya ia pamit,

“Ehhm...ehhm!!” Suara Ghozali agak naik. Para sahabatnya segera bangkit dengan tak beraturan. Kekompakan hanya terjadi pada warna dan raut wajah mereka. Memerah dan cengar-cengir tanpa dosa.

"ah nggak papa sih.c Cuma jatuh aja kok.” Dono nyengir
"jatuh...?” raut wajah Ghozali berubah, seolah menggoda..
Tanpa adanya komando dari siapapun keempat sahabatnya segera menghilang dari pandangan mata Ghozali. Beberapa detik kemudian suara pintu kamar yang tertutup dengan keras pun terdengar berurutan. Ghozali tersenyum

BERSAMBUNG..,





1 komentar: