Dimasa Nabi Musa AS, hiduplah istri sholehah bernama
Asiyah binti Muzahim, Ia merupakan istri dari Fir’aun ang terkenal kejam,
zalim, dan mengaku dirinya sebagai tuhan. Sebagai istri dari raja. Aisyah bisa
dibilang hidup tanpa kekurangan, kekayaan dan nama baiknya selalu dipuja-puja
oleh rakyatnya kala itu. Apalagi suaminya (Raja Fir’aun) yang mengaku dirinya
tuhan disembah-sembah rakyatnya.
Namun, ternyata Asiyah tidak menikmati semua kenikmatan duniawi itu. Ia merasa ada
yang tidak benar dalam pengakuan suaminya sebagai tuhan. Dan ketika ia bertemu
dengan nabi Musa AS yang endakwahkan keimanan kepada Allah, Asiyah langsung
mengiamaninya. Namun, keimanannya itu masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi
dibelakang suaminya.
Setelah beriman kepada Allah, Asiyah merasa snagat
bahagia. Hatinya tenanng dan damai, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan
sebelumnya. Akan tetapi, lambat laun Raja Fir’aun mengetahui keimanannya.
BERIMAN KEPADA ALLAH
Ia pun murka dan berkata “Jika engkau masih mengakui
ada Tuhan selai aku, maka kamu akan kusiksa,” kata Fir’aun kepada istrinya.
“Wahai suamiku, sesungguhnya Tuhan yang patut
disembah adalah Allah SWT, kembalilah kepada-Nya. Dan aku lebih takut akan
siksaan Allah di akhirat kelak daripada siksaanmu didunia ini.” Ucap Asiyah
tanpa ragu.
Karena tidak bisa mengubah keteguhan hati istrinya,
Fir’aun mengumpulkan semua rakyatnya. Dihadapan rakyatnya Fir’aun serta merta
membawa istrinya.
“Wahai kaumku, apa yang engkau ketahui tentang
Asiyah istriku ini?” kata Fir’aun
“Dia merupakan wanta yang cantik dan mulia, kami
semua memujinya.” Kata kaumnya hampir bersamaan
“Ketahuilah, ia telah menyembah Tuhan selain aku.”
Kata Fir’aun
“Kalau begitu bunuhlah ia, setelah itu tidak ada
lagi yang menganggu ketuhananmu.” Ucap salah satu kaumnya.
Fir’aun lantas menyiksa istrinya sendiri, ia
menyuruh prajurit kerajaan untuk membuat pasak kayu kemudian mengikat tubuh
istrinya di kayu-kayu tersebut. Kemudian dalam posisi telentang, pasak itu
sengaja dijemur dibawah terik matahari yang panas.
HUSNUL KHATIMAH
Awalnya Asiyah merasa tubuhnya kepanasan. Namun
demikian, namun demikian ia tetap mengelak untuk mengakui ketuhanan suaminya.
Lalu Fir’aun dan kaumnya meninggalkan Asiyah sendirian ditengah lapangan.
Ketika itulah rahmat Allah datang. Allah memerintahkan para malaikt turun dan
menaungi tubuh Asiyah dari panas matahari dengan sayap-sayap mereka. Dengan
naungan sayap-sayap itu, Asiyah merasakan sejuk.
Menghadapi beratnya siksaan Fir’aun, hati Asiyah
ternyata tidak lari untuk berharap kepada makhluk. Ia hanya berharap belas
kasihan dan pertolongan dari penguasa makhluk, Allah SWT. Asiyah berdo’a agar
diselamatkan dari melakukan kekufuran sebagaimana yang diperbuat Fir’aun dan
kaumnya.
Akhir dari semua derita dunia itu, berujung dengan
dicabutnya nyawa Asiyah untuk menemui janji Allah SWT. AKhirnya Asiyah
meninggal khusnul khatimah.
Kisah keteguhan iman Asiyah tersebut diabadikan
Al-Qur’an, “Dan Allah membuat ustri Fir’aun perumpamaaan bagi orang-orang yang
beriman ketika ia berjata, “Ya Rabbi, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu
dalam surge dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan
selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (Q.S. At-Tahrim: 11)
(Kisah Qur’ani, edisi 586, April III 20012, tabloid
Nurani)